Followers

Kamis, 21 Februari 2013

STORY

Cerita ini terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Kala itu aku masih bisa dibilang polos dalam hal percintaan. Ia sudah berusaha mendekatiku sejak awal kami bertemu. Tapi karena aku tidak mempunyai perasaan apapun padanya, aku tidak pernah menggubris dirinya, sapaannya, pesan singkatnya. Tak jarang aku selalu emosi mendapatkan pesan singkatnya yang menurutku sangat mengganggu dan sok dekat itu. Lambat laun karena tidak mendapat responku, dia mulai berhenti mendekatiku. Berhenti sejenak, hingga tanpa sadar, 1 tahun telah berlalu.

Setelah keabsenannya untuk mencoba mendekatiku, ia kembali mencobanya lagi. “tak menyerah”, batinku. Dan entah apa yang terjadi pada diriku, untuk usahanya yang kedua kali ini dengan segala bujuk rayunya, aku berhasil ditaklukannya. Aku selalu menjawab pesan singkatnya padaku, menerima tawarannya untuk menjemputku dan masih banyak lagi. Setiap hari kami tidak pernah absen untuk tidak berkirim pesan ria. Kedekatan kami sungguh terlihat. Hingga suatu waktu, aku sering melihat seorang wanita yang selalu mengirimkan pesan di dinding facebooknya. Seringkali aku bertanya-tanya siapa wanita ini, hingga pada akhirnya salah satu temanku memberitahuku bahwa wanita ini adalah mantan kekasihnya. Sedikit lega menyusup dalam hatiku “mantan” . Tapi ada yang aneh, karena pesan-pesan dari wanita itu berlanjut lagi, lalu berhenti, berlanjut lagi, seterusnya seperti itu dan sementara dia masih selalu menghubungiku dan mendekatiku. Entah kenapa, aku selalu merasa cemburu jika melihat pesan-pesan dari wanita itu di dinding facebooknya. Benar-benar membuatku marah. Hingga akhirnya, pesan-pesan dari wanita itu pun benar-benar berhenti memenuhi dinding facebooknya dan disitulah aku mendapat kesempatan untuk bertanya padanya siapa wanita itu. Dia mengatakan bahwa wanita itu adalah mantan kekasihnya. Ia menceritakan bahwa hubungannya dengan wanita ini selalu putus sambung. Dialah yang selalu menjadi korban pemutusan dalam hubungan dan ia muak dengan wanita itu. Oh ya, ceritanya pada saat itu benar-benar kupercaya dan membuatku berpikir “bagaimana bisa laki-laki baik seperti ini disia-siakan?”

Setelah ia menceritakan semuanya padaku dan meyakinkanku bahwa ia benar-benar menyukaiku dan tidak berhubungan lagi dengan wanita itu, ia pun memintaku untuk menjadi kekasihnya. Sekedar info saja, semua yang dia ceritakan padaku, hingga ia memintaku untuk menjadi kekasihnya ia sampaikan lewat pesan singkat. Ya, pesan singkat. Dan dengan segala kebodohan yang aku miliki saat itu, aku pun menerimanya menjadi kekasihku.

Singkat cerita, hubunganku dengannya tidaklah seindah yang kuharapkan. Hari-hariku diisi oleh kegelisahan akan kehilangannya, rasa cemas dan penasaran serta hatiku yang selalu bertanya apakah ia benar-benar mencintaiku. Ia pun melarangku untuk mencantumkan namanya di status hubungan kami di facebook. Pada awalnya aku curiga kenapa ia melarangku. Tapi setelah ia menjelaskan bahwa ia tidak ingin terlalu mengumbar-ngumbar, akhirnya aku pun mengerti dan menurut. Aku mencoba berpikir positif.

Hari-hariku kuisi dengan berkirim pesan ria dengannya. Mengobrol tentang hari-hari yang kami lewati di tempat masing-masing. Tapi ada satu hal yang selalu membuatku jengkel dan ini hampir terjadi setiap hari. Ia selalu mengungkit nama wanita itu. Wanita yang selalu mengirim pesan di dinding facebooknya. Aku tidak tahu mengapa ia selalu menyebutnya di sela obrolan kami. Ia selalu berkelit bahwa ia bercanda dan hanya menggodaku saja. Aku mencoba untuk tetap percaya dan berpikir positif.
Malam itu, tiba-tiba wanita itu manyapaku di chat facebook. Ia menanyakan hubunganku dengan kekasihku itu. Rasa penasaran menjalariku. Kenapa wanita ini ingin tahu? Tak lama, handphoneku berdering. Nama kekasihku muncul di layar handphoneku. Hatiku berdebar-debar sebelum mengangkatnya.
“Hallo”
“Ada apa?”, jawabku.
“ehm, aku mau minta tolong. Ini si Fara habis nelpon aku. Dia nangis-nangis minta balikan sama aku. Aku nggak tega. Aku mau, kalau dia nanya ke kamu tentang hubungan kita, kamu bilang aja kalau kita nggak ada apa-apa ya? Bilang aja kita nggak pacaran.”
Hatiku mencelos. Tanganku bergetar mendengar permintaannya. Air mataku meleleh. Tanpa pikir panjang aku menolak mentah-mentah permintaannya. Apa maksudnya? Permintaan macam apa ini? Dia lebih memilih menenangkan hati wanita itu daripada hatiku? Apa dia tidak memikirkan perasaanku dengan permintaan gilanya itu? Malam itu aku menangis. Aku mencoba mencari pembenaran atas apa yang terjadi. Mencoba mendinginkan hatiku sendiri.
Kembali lagi ke rutinitas semula, hari-hari kami yang diisi dengan berkirim pesan ria. Hari-hari yang selalu membuat tanganku bergetar dan air mata yang menggenang atas ulahnya yang selalu mengungkit dan menyebut-nyebut nama wanita itu. Aku terbiasa dengan rasa sakit itu.

Pukul 10.00 pagi kukirimkan pesan singkat padanya.
“pagi sayang”.
“pagi juga”, jawabnya.
“lagi ngapain?”, tanyaku karena kebetulan hari itu adalah hari Minggu. Butuh waktu cukup lama baginya untuk membalas pesanku ini.
“lagi nonton nih, sama Fara”, balasnya. Kembali lagi hatiku mencelos membacanya. Hatiku sakit rasanya. Aku tahu ini hanya candaannya yang sering ia lakukan padaku. Aku sudah terbiasa dengan ini semua.
Akupun membalas pesannya, “Oh gitu ya. Maaf mengganggu  “. Jawaban yang sangat munafik memang. Tapi aku mencoba mengikuti permainannya. Seperti biasa.
Lama tak ada jawaban darinya. Aku mulai berpikir yang tidak-tidak. Isi otakku dipenuhi prasangka negatif. Mencoba menghubungkan-hubungkan semua kejadian yang telah berlalu. Handphoneku pun berbunyi. Kubaca pesan darinya. Begini bunyinya:
“aku masih sayang sama Fara. Aku bilang ini ke kamu sekarang, agar aku nggak terlalu lama nyakitin kamu. Terserah kamu mau mutusin aku apa enggak. Maaf.”
“oke. PUTUS”, balasku.
Sudah tidak ada kata-kata lagi yang mampu aku ungkapkan saat itu. Air mata mengalir deras di pipiku. Tak kusangka ternyata semua ini berujung seperti ini. Semua kejanggalan yang terjadi, kebiasaannya yang selalu menyebut nama wanita itu di obrolan kami, permintaannya untuk tidak menampilkan namanya di status hubungan di facebook, permintaannya untuk mengatakan pada wanita itu bahwa kita bukan sepasang kekasih. Semuanya sudah jelas sekarang. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak rela untuk kehilangannya, aku tidak ikhlas Ya Tuhan. Aku melampiaskan kekesalanku dengan merobek-robek majalah KONI yang kebetulan sampul depannya bergambar dirinya. Duniaku hancur rasanya. Bagaimana aku bisa sebodoh ini percaya dengan kata-katanya bahwa ia benar-benar tidak ada hubungan dengan wanita itu? Bagaimana bisa aku yang dulu tidak meresponnya, tiba-tiba jatuh hati padanya? Kenapa di saat aku sudah terlanjur sayang padanya, dia meninggalkanku dengan sejuta pengkhianatan dibalik ini semua? Aku benci dibodohi, aku benci dikhianati, aku benci dibohongi aku benci dirinya.

Suasana semakin memburuk saat wanita itu tiba-tiba mengirimiku pesan yang isinya mengataiku sebagai wanita perebut. Aku benar-benar tidak terima. Jika saja aku tau dia masih bersama wanita itu, sungguh aku tidak akan mau menerimanya sebagai kekasihku. Sungguh!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar